Kuliner Kota Tapis Berseri
Objek Pajak
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp. 4,8 Milyar dalam satu tahun. Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang.  Tidak termasuk penghasilan dari usaha antara lain :
  1. penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
  2. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri
  3. usaha yang ataspenghasilannya telah dikenai PPh bersifat final
  4. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak
Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas 
  1. pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
  2. pemain musik, pembaca acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, perawagan/peragawati, pemain drama dan penari;
  3. olahragawan
  4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, moderator;
  5. pengarang, peneliti, penerjemah;
  6. agen iklan;
  7. pengawas atau pengelola proyek;
  8. perantara;
  9. petugas penjaja barang dagangan;
  10. agen asuransi; dan
  11. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau perjanjian langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya;
Subjek Pajak 
Orang Pribadi atau badan tidak termasuk Badan Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp. 4,8 Milyar dalam satu tahun pajak

Pengecualian Subjek Pajak
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun yang tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya
  2. Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial atau dalam jangka waktu satu tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp. 4,8 Milyar 
Tarif Pajak
Pajak penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1 % (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak, yaitu jumlah peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha

Saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013

Dasar Penentuan Dikenakan PPh Final
Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dama satu tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak bersangkutan yang tidak melebihi Rp. 4,8 Milyar
Misal :
Tahun 2012 
omset perdagangan Rp. 4 Milyar

Tahun 2013
  • Dikenakan PPh Umum s.d sebelum berlaku PP 46 Tahun 2013
  • PPh Final 1% Juli s.d Des 2013 meskipun total omset tahun berjalan misalnya 6 Milyar
Tahun 2014
Jika omset tahun 2013 Rp. 6 Milayr maka di tahun 2014 dikenakan tarif umum ketentuan UU PPh

Yang perlu diketahui adalah
  1. Dasar peredaran bruto Rp. 4,8 Milyar untuk dapat dikenai PPh Final : Peredaran bruto tahun terakhir (setahun atau disetahunkan dalam hal tahun terakhir meliputi kurang dari 12 bulan)
  2. Dalam hal WP baru terdaftar pada tahun pajak yang sama sebelum PP ini berlaku : Peredaran bruto merupakan akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri s.d bulan sebelum PP ini berlaku, yang disetahunkan
  3.  Dalam hal WP baru terdaftar setelah PP ini berlaku : Dasar peredaran bruto merupakan peredaran bruto bulan pertama yang disetahunkan
Penghasilan yang dikenakan PPh Final tersendiri
Penghasilan yang telah dikenakan PPh dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri yaitu penghasilan dari usaha jasa konstruksi tidak dikenakan PPh bersifat Final

Penghasilan dari luar negeri
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya.

Kompensasi rugi
Ketentuan kompensasi menurut PP ini yaitu :
  1. berturut-turut sampai dengan 5 tahun
  2. tahun dikenakan PPh Final 1% tetap menjadi bagian dari perode 5 tahun tersebut
  3. kerugian pada tahun dikenakan PPh Final 1% tidak dapat dikompensasikan pada tahun berikutnya 
Pemotongan dan Pemungutan PPh 
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh  WP yang telah dikenakan PPh Final PP ini, yang berdasarkan ketentuan UU PPh wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan UU PPh yang tidak bersifat final (misal PPh 23, PPh 22) dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain dengan mekanisme Surat Keterangan Bebas dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-01/PJ/2011.

Angsuran Masa
  • Setoran bulanan merupakan PPh Final 1%, bukan PPh Pasal 25
  • Jika penghasilan semata-mata dikenai PPh Final, maka tidak diwajibkan PPh Pasal 25
  • Jika terdapat penghasilan lain selain yang dikenakan PPh Final ini maka atas penghasilan tersebut dikenakan PPh sesuai dengan ketentuan umum
  • Jika terdapat angsuran PPh Pasal 25 atau PPh yang dipotong/dipungut pihak lain boleh dikreditkan serhadap PPh terutang tahun pajak yang bersangkutan kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final
  • Angsuran pajak pada tahun pajak pertama WP tidak dikenakan PPh Final bagi WP Bank, BUMN, BUMD, WP Masuk Bursa, dan WP Lainnya yang harus membuat laporan keuangan berkala, dan WP OPPT sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat 7 huruf b dan c UU PPh. Namun bagi WP selain disebutkan tadi, angsuran pajhak diperlakukan seperti WP Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 7 huruf a UU PPh. Maka  Besaran angsuran pajak sesuai dengan ketentuan PMK 255/PMK.03/2008 sttd PMK 208/PMK.03/2009
 Penyetoran dan Pelaporan
  • Penyetoran paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
  • SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh Final jika SSP telah divalidasi dengan NTPN 
  • Penyampaian SPT Masa PPh paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir
  • Kewajiban pelaporan ditiadakan untuk pelaporan SPT Masa PPh masa pajak Juli s.d Desember 2013
  • SPT Tahunan : Dilaporkan pada kelompok PPh Dikenakan pajak final dan/atau bersifat final. Formulir SPT Tahunan Form 1770 untuk WP OP dan 1771 untuk WP Badan masih bisa mengakomodasi ketentuan ini.

Berikut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 di bisa di download di link ini PP 46/2013 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107 Tahun 2013 bisa di download di link ini PMK 07/2013


Kuliner Kota Tapis Berseri
Waste product yang dijual adalah sisa olahan yang berbentuk kapas serat pendek. Kapas serat pendek tersebut diperoleh dari hasil pemisahan bahan baku kapas yang diimpor yang melalui proses dengan menggunakan mesin. Selanjutnya kapas serat panjang diproses menjadi benang, sedangkan kapas serat pendek dijual kepada pembeli perseorangan untuk diolah kembali dalam industri kapas kecantikan atau dimanfaatkan di dalam industri sumbu kompor.

Waste product yang dijual sesuai hasil penelitian lapangan yang telah dilakukan masih dalam bentuk Kapas. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2007, maka atas penyerahan kapas waste product yang masih berbentuk kapas menjadi tidak terhutang PPN bila memenuhi kriteria yang disyaratkan dalam aturan tersebut.
 
Dari Siklus Produksi sendiri, terdapat proses dengan alat-alat atau mesin hingga diperoleh Kapas Serat Pendek (waste product). Penyerahan Barang Kena Pajak berupa waste product kapas atau sisa olahan kapas yang masih berbentuk kapas yang merupakan barang hasil pertanian. Produk kapas atau sisa olahan kapas yang berbentuk kapas serat pendek tersebut diperoleh dari pemisahan bahan baku kapas yang diproses dengan menggunakan mesin.

Bahwa Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2001 Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengatur bahwa :

Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya,
yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk
yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah
proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Bahwa pada angka 13 Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2001 Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, untuk hasil pertanian berupa kapas yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah kapas yang diproses melalui : dipetik, dikeringkan, dipisahkan dari biji, digaruk, disisir dan hasilnya berupa : kapas hasil garuk dan sisir, kapas tidak digaruk dan tidak disisir, biji kapas.

Wajib Pajak mengemukakan alur proses pembuatan benang mulai dari proses : bahan baku, blowing, carding, pra drawing, high lap/lap former. Combing, drawing pass I, drawing pass II, rowing, spinning, winding, sampai dengan packing.
 
Berdasarkan penjelasan Wajib Pajak dapat diketahui bahwa waste product kapas atau sisa olahan kapas yang masih berbentuk kapas yang diserahkan oleh Pemohon Banding adalah kapas yang telah melalui proses produksi untuk pembuatan benang. Dengan demikian tidak memenuhi kualifikasi "diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut" sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Waste product yang berupa kapas serat pendek adalah hasil dari proses lanjutan untuk menghasilkan suatu bentuk atau barang tertentu, bukan sebagaimana proses dan hasil dari proses seperti dimaksud dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 a quo.

Waste product yang berupa kapas serat pendek adalah waste dari hasil pengolahan kapas. Kapas yang diolah sesuai ketentuan adalah BKP sedangkan kapas yang langsung dipetik dari hasil pertanian bukan BKP/atas penyerahannya tidak dikenakan PPN.

Waste atas hasil produksi kapas (kapas olahan) maka atas waste-nya adalah merupakan kapas olahan oleh karena itu atas penyerahan waste product berupa kapas serat pendek tersebut terutang PPN
Topik Coretan: 3 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Pasal 4 Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, menyatakan :

”Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
a.penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.impor Barang Kena Pajak;
c.penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e.pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.”

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo mengatur tentang objek Pajak Pertambahan Nilai;
 
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo, Jasa Kena Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai hanya ada 2 (dua) macam yaitu :
  • penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;pemanfaatan
  • Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
Atas penyerahan Jasa Kena Pajak diluar Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha dan penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean, tidak diatur secara tegas dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo;

Konsep objek pajak yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo, bersifat restriktif dan limitatif, sehingga karena tidak diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo, Majelis berpendapat atas penyerahan Jasa Kena Pajak diluar Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha dan penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean bukan objek Pajak Pertambahan Nilai sehingga tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
 
Prinsip pengenaan Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengenaan pajak atas konsumsi (pemakaian umum) barang dan jasa di dalam negeri atau di dalam Daerah Pabean, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
 
Sebagai konsekuensi dari legal character-nya sebagai pajak atas konsumsi (pemakaian umum) barang dan jasa di dalam negeri atau di dalam Daerah Pabean maka Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% terhadap :
  • penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  • impor Barang Kena Pajak;
  • penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  • pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  • pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
bahwa karena dalam Pasal 4 huruf e Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dariluar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai maka atas lawan dari Pasal 4 huruf e Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo yaitu atas Jasa Kena Pajak dari Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (tidak terutang PPN);
 
Butir 2.2. huruf ”a” Surat Edaran Terbanding Nomor : SE-08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996 yang menyatakan ”Jasa perdagangan tidak dikenakan PPN dalam hal : a. Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada diluar Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai BUT di Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan.” sejalan atau sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 aquo;

Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada diluar Daerah Pabean dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan, sehingga atas jasa perdagangan  tersebut merupakan penyerahan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (Tidak terutang PPN);
Topik Coretan: 3 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain maka :

Pemungut Pajak Pasal 22 sebagaimana ditunjuk oleh PMK diatas meliputi :
  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
  2. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
  3. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
  4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran Langsung (LS);
  5. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
    a. PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk. , PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan
    b. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara,
    berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya;
  6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;      
  7. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
  8. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
  9. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya. 
Yang menjadi catatan bahwa :
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud angka 6 diatas adalah industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.

Distributor sebagaimana dimaksud dalam angka 6 adalah pedagang, yang meliputi badan atau orang pribadi, yang melakukan pembelian dari produsen secara langsung untuk dijual dan/atau dipasarkan kembali.

Pedagang pengumpul sebagaimana dimaksud angka 9 diatas adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
  • mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
  • menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
Penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22  dilakukan tanpa penerbitan surat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
A. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
B. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai,
  1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
  2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
  3. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
  4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
  5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
  6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
  7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
  8. barang pindahan;       
  9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
  10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
  11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
  12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
  13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
  14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
  15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
  16.  pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pcmberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga nasional;
  17. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero);
  18. peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, TNl atau pihak yang ditunjuk oleh Kernenterian Pertahanan atau TNI; dan/atau
  19. barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama;
C. impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. 
D. Impor kembali (re-impor), 
yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

E. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam nomor 2 s.d 5 diatas, berkenaan dengan:
  1. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam nomor 2 s.d 4 diatas yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  2. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam nomor 5 yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  3. pembayaran untuk: pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos; dan pemakaian air dan listrik.
F. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
G. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan yang harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan Diharuskan  Membuat Laporan Keuangan Berkala termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebagaimana telah diubah terakhir oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009. 

Jika dirinci perlakuan atas PPh 25 secara khusus dikenakan atas WP yang memenuhi kriteria :
  1. Wajib Pajak Baru
  2. Wajib Pajak Bank dan Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi
  3. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah
  4. Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang  berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala
  5. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu
Definisi
Wajib Pajak Baru
Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Wajib Pajak Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha

Perhitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
Untuk Wajib Pajak Baru
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

Penghasilan Neto diatas,
  • dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya
  • dalam hal Wajib Pajak hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Dalam hal Wajib Pajak baru berupa Wajib Pajak badan yang  mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). 

Untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. 

untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala,
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu
ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
Topik Coretan: 3 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
PPN Dibebaskan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. PPN dibebaskan dalam hal ini dapat dibagi menjadi tiga jenis antara lain :
  1. Barang Kena Pajak Tertentu yang atas impornya dibebaskan  
  2. Barang Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan
  3. Jasa Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan
Adapun rincian ketiga jenis diatas disebutkan sebagai berikut :

Barang Kena Pajak Tertentu yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
  1. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan impor tersebut, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI;
  2. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
  3. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
  4. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
  5. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
  6. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; dan
  7. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI.
Barang Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
  1. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah;
  2. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT (PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI;
  3. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
  4. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
  5. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
  6. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
  7. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
  8. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI."
Jasa Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
  1. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, yang meliputi: Jasa persewaan kapal, dan Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal
  2. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi: Jasa persewaan pesawat udara dan Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara;
  3. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
  4. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan nomor 1 diatas dan pembangunan  tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah;
  5. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana; dan
  6. Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukungpertahanan nasional

Topik Coretan: 3 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Pengenaan Pajak atas Pinjaman Tanpa Bunga Kepada Pemegang Saham sebelumnya termuat dalam surat Dirjen Pajak Nomor S-165/PJ.312/1992 Tentang Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham, dan setelah itu dimuat dalam ketentuan yang "jauh lebih tinggi" ke dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah RI Nomor 94 Tahun 2010 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan dengan redaksi yang hampir sama :

Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila:
  1. pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal daripihak lain;
  2. modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;
  3. pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
  4. perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya. 
Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari pemegang sahamnya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatas (salah satu dari ke-empat unsur di atas tidak terpenuhi), atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar.


SELAMAT DATANG

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE BLOG INI. SEMOGA SUKSES SELALU MENYERTAI KALIAN.