Setiap perusahaan yang didirikan di Indonesia dan sudah memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka otomatis perusahaan itu mempunyai
hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan pajak yang
berlaku di Indonesia. Satu asas penting yang dianut UU pajak kita adalah
self assestment, di mana setiap Wajib Pajak diberi kepercayaan
sepenuhnya untuk menghitung sendiri pajak-pajak yang terutang dalam
suatu masa pajak atau dalam suatu tahun pajak, kemudian menyetor dan
melaporkannya kepada instansi pajak yang berwenang. Apabila Wajib Pajak
melalaikan kewajiban yang dibebankan di pundaknya, sudah pasti akan
timbul sanksi-sanksi yang dikenakan secara berjenjang, tergantung pada
tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Secara umum ada tiga kelompok kewajiban pajak yang wajib dilaksanakan oleh setiap Wajib Pajak, yaitu
- Kewajiban pajak sendiri (seperti PPh Pasal 25/29);
- Kewajiban memotong atau memungut (pot/put) pajak atas penghasilan orang lain (misalnya: PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Final); dan
- Kewajiban memungut PPN dan atau PPn BM (jika ada) yang khusus berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Kewajiban Wajib Pajak Badan umumnya meliputi seluruh jenis pajak,
baik atas pajak sendiri, pemotongan/pemungutan pajak atas penghasilan
pihak lain, maupun pemungutan PPN dan atau PPnBM (jika ada), tergantung
dari bentuk badan, jenis usaha yang dilakukan, serta status Wajib Pajak
yang bersangkutan.
Jenis-jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak Badan secara umum bisa diuraikan sebagai berikut:
1. PPh Pasal 21/Pasal 26
Yaitu PPh yang wajib dipotong atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UU PPh.
Wajib Pajak Badan wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut maupun
penghasilan orang pribadi lainnya, seperti tenaga ahli, yang dibayar
atau terutang oleh perusahaan. Dalam hal terdapat pembayaran
penghasilan, yang termasuk objek PPh Pasal 21, kepada orang pribadi yang
berstatus WP luar negeri, PPh yang dipotong mengacu pada ketentuan
Pasal 26 UU PPh atau berdasarkan tax treaty.
Kewajiban PPh Pasal 21/Pasal 26 yang harus dilaksanakan, meliputi:
- SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 pada setiap Masa Pajak
Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang
telah dihitung dan disetor oleh Wajib Pajak Badan, yang terutang pada
setiap masa pajak. PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran kepada
orang pribadi yang berstatus Wajib Pajak Luar Negeri juga wajib
dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 21. Pada dasarnya, PPh Pasal 21 yang
dilaporkan dalam SPT Masa merupakan angsuran atau pajak dibayar di muka
untuk PPh Pasal 21 yang terutang pada akhir tahun pajak yang
bersangkutan.
- SPT Masa PPh Pasal 21 pada Akhir Tahun Pajak
Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang
telah dihitung dan dilunasi pada suatu tahun pajak, termasuk PPh Pasal
26 yang terutang atas penghasilan orang pribadi berstatus WP luar
negeri. SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Akhir Tahun Pajak sebenarnya
merupakan penghitungan ulang atas PPh Pasal 21 yang telah dilaporkan
dalam SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan
Desember. Bisa jadi, pada SPT Masa PPh Pasal 21 pada akhir tahun
nantinya timbul kurang bayar, atau lebih bayar, atau mungkin juga nihil
(PPh Pasal 21 yang sudah disetor sama dengan PPh Pasal 21 yang
terutang).
2. PPh Pasal 23
Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan
berupa dividen, royalty, bunga, hadiah dan penghargaan selain yang telah
dikenakan PPh Pasal 21, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, serta imbalan jasa sehubungan dengan jasa-jasa seperti
jasa teknik, jasa manajeman, jasa konsultan, dan jasa lain, yang
ditetapkan dalam ketentuan Pasal 23 UU PPh.
3. PPh Pasal 26
Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan
berupa dividen; bunga; royalti; sewa dan imbalan lain sehubungan dengan
penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan
kegiatan, hadiah dan penghargaan; serta pensiun dan pembayaran berkala
lainnya yang diterima/diperoleh WP luar negeri. Ketentuan ini diatur
dalam Pasal 26 UU PPh.
Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 26
sebaiknya tetap dilakukan secara tersendiri, meskipun untuk pelaporannya
digabungkan dengan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23, tergantung pada
jenis objek pajaknya serta penerima penghasilannya;
- Jika objek pajaknya cenderung sama dengan PPh Pasal 21 dan penerima penghasilannya adalah orang pribadi berstatus WP luar negeri, maka pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26;
- Jika penerima penghasilannya berbentuk badan dan berstatus WP luar negeri, pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26.
3. PPh Final
Yaitu PPh yang dipotong atas jenis
penghasilan tertentu atau jenis usaha tertentu yang diatur secara khusus
(special treatment) melalui peraturan pemerintah. Misalnya, PPh Final
atas persewaan tanah dan atau bangunan. Jadi, seandainya Wajib Pajak
Badan menyewa gedung dari pihak lain untuk dipergunakan sebagai kantor,
maka Wajib Pajak Badan wajib memotong, menyetor, dan melaporkan PPh
Final yang terutang atas sewa kantor tersebut.
4. PPh Pasal 25
Yaitu pembayaran angsuran PPh dalam tahun
pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan.
Besarnya PPh Pasal 25 yang wajib disetor setiap bulan dihitung
berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU PPh beserta ketentuan pelaksanaannya.
5. PPh Pasal 29
Yaitu kewajiban untuk melunasi kekurangan
pembayaran pajak yang terutang pada akhir tahun pajak, dengan
memperhitungkan kredit pajak berupa angsuran PPh Pasal 25 yang telah
disetor setiap bulan dan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak
lain.
6. PPN
Yaitu pemungutan pajak atas penyerahan BKP
(Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa Kena Pajak) yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam Daerah Pabean, yang meliputi suatu
masa pajak. Dalam hal BKP tergolong barang mewah, terdapat Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang juga terutang sesuai ketentuan
UU yang berlaku.
Pembukuan
Sebagai titik awal pembuktian kebenaran penghitungan pajak, pembukuan
mempunyai peranan yang sangat penting. Tanpa pembukuan, tidak ada
seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti berapa besarnya pajak
yang sebenarnya terutang di perusahaan tersebut.
Sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU KUP diwajibkan menyelenggarakan
pembukuan. Sesuai dengan definisi yang diberikan oleh UU KUP, pembukuan
dilakukan sekurang-kurangnya untuk memperoleh informasi mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian,
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Dengan diterapkannya sistem self assessment, Wajib Pajak dituntut
kesiapannya baik dari segi pengetahuan pajak maupun teknis administrasi.
Sehingga apabila Wajib Pajak tidak atau lalai dalam menjalankan
kewajiban perpajakan yang menjadi tanggung jawabnya, maka Wajib Pajak
bisa terkena sanksi perpajakan. Oleh karena itu Wajib Pajak perlu
memperhatikan dan berhati-hati dengan kewajiban pajaknya. Wajib Pajak
seharusnya dapat menyusun suatu manajemen pajak yang baik, artinya
mengusahakan agar pajak yang dibayar menjadi kecil atau menghindari
pengenaan pajak yang tidak seharusnya atau menghindari pengenaan sanksi
perpajakan. Manajemen pajak harus dilakukan secara legal atau tidak
melanggar aturan pajak.
Sanksi Perpajakan yang terkait dengan Pelaporan dan Penyetoran Pajak:
1. Denda Administrasi (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), dalam hal :
SPT tidak disampaikan atau disampaikan melebihi batas waktu:
- Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
- Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya
- Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
2. Bunga (Pasal 9 (2a) dan (2b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), dalam hal :
Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang berdasarkan Surat
Pemberitahuan Masa/Tahunan Pajak Penghasilan yang dilakukan setelah
tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan
dikenakan Sanksi Administrasi berupa Bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Masa/Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian
dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
3. Kenaikan (Pasal 13 ayat 3 dan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), yaitu dalam hal:
- SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam surat teguran sanksinya berupa kenaikan sebesar 50% (untuk PPh Badan/Orang Pribadi), 100% (untuk PPh Pemotongan/Pemungutan), 100% (untuk PPN) dari jumlah pajak yang kurang/tidak dibayar.
- Karena kealpaan, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang pertama kali, wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui SKPKB.
4. Sanksi Pidana:
- Karena kealpaan, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. (Pasal 38 Undang-Undang 28 Tahun 2007)
- Karena sengaja, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39 Undang-Undang 28 Tahun 2007)
Posting Komentar