Tampilkan postingan dengan label UMUM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UMUM. Tampilkan semua postingan
Kuliner Kota Tapis Berseri
Pada dasarnya Direktorat Jenderal sangat berkepentingan dalam melaksanakan perhimpunan data dan informasi perpajakan yang dapat meningkatkan penerimaan pajak. Hal ini akan menjadi fokus DJP dalam mengemban perannya sebagai pengawas dalam rangka terlaksananya ketentuan ketentuan di perpajakan.

Definisi data dan informasi
Data dan Informasi adalah kumpulan angka, huruf, kata, dan/atau citra, yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen, buku, atau catatan serta keterangan tertulis, yang dapat memberikan petunjuk mengenai penghasilan dan/atau kekayaan/harta orang pribadi atau badan, termasuk kegiatan usaha atau pekerjaan bebas orang pribadi atau badan.

Adapun jenis data dan informasi yang dihimpun dari Instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain yang wajib memberikan Data dan Informasi yang berkaitan dengan perpajakan.berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 Tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang berkaitan dengan Perpajakan meliputi :
  1. Data dan Informasi yang berkaitan dengan kekayaan atau harta yang dimiliki orang pribadi atau badan
  2. Data dan Informasi yang berkaitan dengan utang yang dimiliki orang pribadi atau badan;
  3. Data dan Informasi yang berkaitan dengan penghasilan yang diperoleh atau diterima orang pribadi atau badan;
  4. Data dan Informasi yang berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan dan/atau yang menjadi beban orang pribadi atau badan;
  5. Data dan Informasi yang berkaitan dengan transaksi keuangan; dan
  6. Data dan Informasi yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi orang pribadi atau badan
Instansi pemerintah meliputi
  1. kementerian;
  2. lembaga pemerintah non kementerian;
  3. instansi pada Pemerintah Provinsi;
  4. instansi pada Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
  5. instansi pemerintah lainnya.
Lembaga meliputi :
  1. lembaga negara;
  2. lembaga pada pemcrintah provinsi;
  3. lembaga pada pemerintah kabupaten/kota;
  4. lembaga pemerintah lainnya; dan
  5. lembaga non pemerintah.
Asosiasi meliputi :
  1. kamar dagang dan industri;
  2. himpunan bank-bank milik negara;
  3. perhimpunan bank-bank umum nasional;
  4. ikatan akuntan publik Indonesia;
  5. asosiasi pengusaha Indonesia;
  6. gabungan industri kendaraan bermotor Indonesia;
  7. himpunan pengusaha muda Indonesia;
  8. ikatan konsultan pajak Indonesia;
  9. gabungan pengusaha ekspor Indonesia; dan
  10. asosiasi pengusaha ritel Indonesia.
Sedangkan penetapan instansi pemerintah, lembaga, dan asosiasi yang wajib memberikan Data dan lnformasi selain daftar diatas ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan(PMK). Sampai saat ini PMK tersebut belum diterbitkan.

Untuk sanksi yang akan diberlakukan apabila pihak-pihak diatas enggan memberikan data yakni Pasal 41C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

"Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,0 (delapan ratus juta rupiah)"
Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dengan cara :
1. Secara langsung
Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan secara langsung melalui:
  • Tempat Pelayanan Terpadu Kantor Pelayanan Pajak (TPT KPP)/Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) terdekat;
  • Pojok Pajak ;
  • Mobil Pajak;
  • Drop Box di tempat publik (perkantoran, pusat bisnis, pertokoan, dan lainnya
2. dikirim melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar;
3. dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar;
4. e-Filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi/Application Service Provider (ASP).

Untuk kemudahan penyampaian SPT Tahunan oleh Wajib Pajak, maka KPP telah membuat fasilitas berupa penyampaian SPT Tahunan melalui DROPBOX. Drop Box ditempatkan di KPP, pusat perbelanjaan, pusat bisnis, lokasi pemberi kerja yang mempunyai karyawan yang banyak atau tempat-tempat tertentu lainnya paling lama sampai dengan tanggal 30 April. Jadwal dan Lokasi Drop Box dapat dilihat di www.pajak.go.id, menghubungi Kring Pajak 500200 atau KPP terdekat.

Untuk penyampaian SPT Tahunan dengan kriteria tertentu yang meliputi :
  • SPT Tahunan lebih bayar,
  • SPT Tahunan pembetulan,
  • SPT Tahunan yang disampaikan setelah batas waktu penyampaian SPT dan/atau
  • SPT Tahunan dalam bentuk e-SPT
HARUS disampaikan secara langsung ke TPT KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Selain itu, SPT dapat disampaikan melalui pos, jasa ekspedisi atau jasa kurir ke KPP tempat Anda terdafar atau secara e-Filing.

Dan berikut tata cara penyampaian SPT Tahunan :
Prosedur penyampaian SPT secara langsung 
  • Wajib Pajak menyiapkan SPT Tahunan PPh yang telah diisi dengan benar, lengkap dan jelas. Dalam hal Wajib Pajak mengalami perubahan data, Wajib Pajak harus mengisi dan melampirkan lembar perubahan data identitas Wajib Pajak.
  • Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh tidak dalam amplop atau kemasan lainnya. Dalam hal SPT disampaikan dalam amplop atau kemasan lainnya, amplop atau kemasan lainnya tersebut akan dibuka oleh Petugas
  • Dalam hal SPT Tahunan yang diterima merupakan SPT Tahunan Wajib Pajak yang terdaftar di KPP penerima SPT tersebut, Petugas Penerima SPT akan melakukan penelitian kelengkapan SPT
  • Berdasarkan penelitian kelengkapan SPT : 
  1. apabila SPT Tahunan lengkap maka SPT diterima dan kepada Wajib Pajak diberikan tanda terima SPT;
  2. apabila SPT Tahunan tidak lengkap maka SPT Tahunan dikembalikan kepada Wajib Pajak disertai dengan lembar penelitian SPT Tahunan.
  • Dalam hal SPT Tahunan yang diterima merupakan SPT Tahunan Wajib Pajak yang tidak terdaftar di KPP penerima SPT tersebut, maka :
  1. Petugas Penerima SPT memberikan tanda terima SPT tanpa melakukan penelitian kelengkapan SPT.
  2. Penelitian kelengkapan baru akan dilakukan di KPP tempat WP terdaftar dan apabila SPT tidak lengkap Wajib Pajak akan dikirim Surat Permintaan Kelengkapan kepada Wajib Pajak.
  3. Atas permintaan kelengkapan SPT Tahunan, Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan.
  4. Dalam hal Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan telah dikirimkan sesuai dengan alamat Wajib Pajak namun surat tersebut tidak sampai kepada Wajib Pajak dan diterima kembali oleh KPP maka jangka waktu bagi Wajib Pajak untuk menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya kembali Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan dari pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir oleh KPP.
  5. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan, maka SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan.

Prosedur penyampaian SPT melalui pos /jasa ekspedisi/kurir 
  • Wajib Pajak menyiapkan SPT Tahunan PPh yang telah diisi dengan jelas, benar dan lengkap. Dalam hal Wajib Pajak mengalami perubahan data, Wajib Pajak harus mengisi dan melampirkan lembar perubahan data identitas Wajib Pajak.
  • Penyampaian SPT Tahunan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dilakukan dalam amplop tertutup yang telah dilekati lembar informasi amplop SPT Tahunan yang berisi data sebagai berikut (format sesuai dengan Lampiran I PER-26/PJ/2012) :
  1. Nama Wajib Pajak;
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak;
  3. Tahun Pajak;
  4. Status SPT (Nihil/Kurang Bayar/Lebih Bayar);
  5. Jenis SPT (SPT Tahunan/SPT Tahunan Pembetulan Ke- …); 
  6. Perubahan Data (Ada/Tidak Ada); 
  7. Nomor Telepon;
  8. Pernyataan; dan
  9. Tanda Tangan Wajib Pajak
  •  SPT dikirimkan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
  • Tanda bukti dan tanggal pengiriman surat untuk penyampaian SPT Tahunan PPh dari pos/jasa ekspedisi/kurir dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan sepanjang Surat Pemberitahuan tersebut telah lengkap 
Prosedur penyampaian SPT dengan e-Filing melalui Website DJP 
  • Wajib Pajak Orang Pribadi yang dapat menyampaikan SPT Tahunan secara e-filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) adalah Wajib Pajak yang menggunakan Formulir SPT Tahunan 1770S atau Formulir SPT Tahunan 1770SS
  • Cara memperoleh e-FIN adalah WP atau kuasanya dapat mengajukan permohonan e-FIN dengan cara mengisi dan menyampaikan formulir permohonan e-FIN secara on-line melalui website Direktorat Jenderal Pajak ; atau secara langsung ke KPP terdekat dengan menggunakan formulir sesuai Lampiran PER-39/PJ/2011.
  • WP yang menyampaikan SPT Tahunan secara e-filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak harus memiliki e-FIN.
  • WP  yang sudah mendapatkan e-FIN, harus mendaftarkan diri paling lama 30 hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN untuk terdaftar sebagai Wajib Pajak e-filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak  
  • WP yang telah terdaftar sebagai WP e-Filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dengan cara mengisi e-SPT dengan benar, lengkap dan jelas.
  • Dalam hal e-SPT dinyatakan lengkap oleh Direktorat Jenderal Pajak, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan Elektronik sebagai tanda terima penyampaian SPT Tahunan.
  • Terkait dokumen fisik lampiran SPT Tahunan sebagaimana berikut :
  1. Fotokopi Formulir 1721 A1/A2 atau bukti potong PPh;
  2. SSP Lembar ke-3 PPh Pasal 29;
  3. Surat Kuasa Khusus;
  4. Perhitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta dan/atau Mempunyai NPWP Sendiri;
  5. Fotokopi Bukti Pembayaran Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib, tidak wajib disampaikan oleh WP ke KPP tempat WP terdaftar apabila isinya sudah di-entry secara benar dan lengkap dan disampaikan secara e-Filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak
Prosedur penyampaian SPT dengan e-Filing melalui perusahaan ASP
  • Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara elektronik (e-Filing) melalui satu atau beberapa Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
  • WP mengajukan surat permohonan untuk memiliki Electronic Filing Identification Number (e-FIN) dan memperoleh Sertifikat (digital certificate) dari Direktorat Jenderal Pajak. (contoh surat permohonannya ada di Lampiran I PER-47/PJ./2008)
  • WP yang sudah mendapatkan Electronic Filing Identification Number (e-FIN) harus mendaftarkan diri melalui website pada satu atau beberapa Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
  • Setelah mendaftarkan diri, WP akan memperoleh Digital Certificate (DC) dari Direktorat Jenderal Pajak melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dimana WP mendaftarkan diri.
  • e-SPT yang telah diisi dan dilengkapi sesuai dengan ketentuan serta dibubuhi tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital disampaikan secara elektronik ke DJP melalui suatu Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).
  • Dalam hal SPT menunjukkan adanya kewajiban pembayaran pajak, WP wajib mencantumkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) pada e-SPT sebagai bukti pembayaran yang telah divalidasi. 
  • WP yang menyampaikan SPT melalui perusahaan penyedia jasa aplikasi (ASP) tidak diwajibkan menyampaikan induk SPT dan SSP dalam bentuk kertas (hardcopy), sepanjang SSP tersebut telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan NTPN tersebut telah dicantumkan dalam SPT dimaksud.  
  • Apabila e-SPT tersebut dinyatakan lengkap oleh DJP, maka kepada WP diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. 
  • WP wajib menyampaikan keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam SPT yang tidak dapat disampaikan secara elektronik ke KPP tempat WP terdaftar secara langsung atau melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, kecuali SSP lembar 3 yang dibayarkan melalui Bank Persepsi dan Nomor Transaksi Penerimaan Negara sudah dicantumkan dalam e-SPT (dengan surat pengantar sesuai dengan contoh Lampiran II PER-47/PJ./2008). 
Kelengkapan SPT Tahunan Orang Pribadi


Kelengkapan SPT Tahunan Badan 
  • NPWP, Nama Perusahaan/Badan, dan Alamat tercantum dengan lengkap dan jelas;
  • Tanda tangan direktur (atau pihak yang ditunjuk dengan Surat Kuasa Khusus) dan Stempel/Cap Perusahaan/Badan pada SPT Induk;
  • SPT Tahunan terisi dengan lengkap dan jelas (SPT Induk, lampiran umum dan lampiran khusus)
  • Melampirkan bukti pelunasan (SSP) apabila SPT berstatus KURANG BAYAR;
  • Menyertakan Lampiran Keterangan dan atau Dokumen yang disyaratkan (Laporan Keuangan, Bukti potong, dan lain-lain);
  • Mengisi Lembar Informasi pada Amplop SPT Tahunan (apabila dikirim melalui Pos/Jasa ekspedisi/kurir)  berisikan:
  1. Nama Perusahaan/Badan;
  2. NPWP;
  3. Tahun Pajak;
  4. Status SPT (Nihil/Kurang Bayar/Lebih Bayar);
  5. Jenis SPT (SPT Tahunan/SPT Tahunan Pembetulan Ke-...);
  6. Perubahan Data;
  7. Nomor Telepon;
  8. Pernyataan; dan
  9. Tanda Tangan Direktur dan Stempel/Cap Perusahaan/Badan.
Apabila SPT Tahunan yang disampaikan Wajib Pajak melalui Pos/jasa ekspedisi atau secara langsung namun bukan di KPP tempat WP terdaftar ternyata tidak lengkap (tidak dilakukan penelitian kelengkapan di depan) maka tindak lanjutnya antara lain :
  • KPP tempat WP terdaftar akan melakukan penelitian kelengkapan SPT Tahunan dan apabila berdasarkan penelitian kelengkapan SPT, SPT Tahunan dinyatakan tidak lengkap, KPP akan mengirimkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan beserta Formulir Surat Jawaban atas Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.
  • Atas permintaan kelengkapan SPT Tahunan tersebut, Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan menyerahkannya kepada Petugas TPT.
  • Dalam hal Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan telah dikirimkan sesuai dengan alamat Wajib Pajak namun surat tersebut tidak sampai kepada Wajib Pajak dan diterima kembali oleh KPP maka jangka waktu bagi Wajib Pajak untuk menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya kembali Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan dari pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir oleh KPP.
  • Apabila sampai batas waktu  30 (tiga puluh) hari sejak:
  1. tanggal diterimanya Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan oleh Wajib Pajak; atau 
  2. tanggal diterimanya kembali Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan dari pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir oleh KPP (dalam hal surat Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan tidak sampai kepada Wajib Pajak dan diterima kembali oleh KPP), telah terlampaui dan Wajib Pajak belum menyampaikan kelengkapan SPT, maka SPT dianggap tidak disampaikan.
Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara bersama-sama (misalnya penyampaian SPT 1 unit kantor dengan cara :
    • Wajib Pajak yang akan melakukan penyampaian SPT Tahunan secara kolektif akan dilayani sampai dengan tanggal 10 Maret 2013 untuk mencegah terjadinya kekurangan waktu bagi Wajib Pajak yang akan melengkapi SPT Tahunannya dalam hal terdapat syarat yang kurang lengkap.
    • Wajib Pajak yang menyampaikan setelah tanggal 10 Maret 2013, maka tidak akan dilayani secara kolektif.
    • Wajib Pajak dapat menghubungi KPP untuk pengaturan jadwal dan lokasi penyampaian SPT Tahunan PPh secara kolektif. Misalnya di lokasi kantor Wajib Pajak atau di TPT KPP.
      Apabila isi amplop yang disampaikan ternyata bukan merupakan SPT Tahunan PPh
      Apabila diketahui bahwa isi amplop SPT Tahunan yang disampaikan bukan merupakan SPT Tahunan, maka KPP mengirimkan Surat Pembatalan Tanda Terima SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.

      Apabila Wajib Pajak akan menyampaikan SPT Tahunan Pembetulan secara langsung ke TPT KPP WP Terdaftar
      • Dalam hal SPT Tahunan merupakan SPT Tahunan Pembetulan, maka:
      1. penelitian kelengkapan SPT dilakukan oleh Account Representative;
      2. selain penelitian kelengkapan SPT tersebut, dilakukan penelitian syarat penyampaian SPT Tahunan Pembetulan sesuai dengan Pasal 8 ayat (1), ayat (1a) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
      • Apabila SPT Tahunan Pembetulan tidak lengkap dan/atau tidak memenuhi syarat penyampaian SPT Pembetulan, maka SPT dikembalikan kepada Wajib Pajak disertai dengan lembar penelitian SPT Tahunan.
      Apa hal-hal yang dapat menjadikan SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan 
        1. SPT Tahunan yang tidak ditandatangani; atau
        2. SPT Tahunan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan/ dokumen;
        3. SPT Tahunan dengan status Lebih Bayar disampaikan setelah melewati 3 tahun dan telah ditegur tertulis;
        4. SPT Tahunan disampaikan setelah diperiksa/diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP);
          Untuk SPT nomor 1 dan 2, Wajib Pajak akan diberikan surat permintaan kelengkapan SPT terlebih dahulu. apabila dalam jangka waktu 30 hari sejak diterima Wajib Pajak tidak merespon, maka akan dilakukan pemberitahuan SPT dianggap tidak disampaikan.



          Topik Coretan: 0 komentar | edit post
          Kuliner Kota Tapis Berseri
          Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak dan seluruh stakeholders perpajakan, melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor. 84/PJ/2011 ditegaskan mengenai "Pelayanan Prima". Adapun pelayanan yang diberikan adalah :

          Waktu pelayanan
          Waktu pelayanan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.00 waktu setempat. Selisih waktu antara jam kerja (pukul 08.00 s.d pukul 17.00) dengan jam pelayanan digunakan untuk persiapan dalam memberikan layanan (doa dan spirit pagi, pengarahan. merapikan dan menyelesaikan administrasi layanan pada hari tersebut) dan pada jam istirahat, pelayanan tetap diberikan dengan cara mengatur secara bergiliran petugas yang bersitirahat dan menambah jumlah petugas jika TPT terlihat antrian yang panjang;

          Petugas Help Desk
          Yang bertugas di TPT dan help desk adalah pegawai yang sudah memiliki kemampuan untuk melayani masyarakat termasuk pengetahuan perpajakan. Jadwal petugas di bagian konseling (helpdesk) diatur oleh Kepala Kantor. Kepala kantor menunjuk supervisor harian yang bertanggung jawab atas pemberian layanan di TPT dan helpdesk yang bergiliran.Petugas TPT adalah pegawai DJP (termasuk satpam yang ditugaskan) Pegawai yang tidak bertugas tidak diperkenankan berada di area TPT. Pegawai yang ditempatkan di TPT harus memiliki kriteria sebagaimana butir d.ii tersebut di atas;

          Area Kantor
          Area kantor dibagi menjadi 2 (dua) yaitu area umum (public area) dan area terbatas (restricted area). Pada area umum, Wajib Pajak boleh dengan bebas keluar masuk tanpa menggunakan atribut tertentu untuk mendapatkan pelayanan perpajakan yang baik sesuai dengan standar mutu pelayanan. Pada area terbatas, pihak-pihak yang tidak berkepentingan tidak diperbolehkan secara bebas keluar masuk dalam area tersebut untuk mendapatkan pelayanan perpajakan. Wajib Pajak yang memerlukan pelayanan pada restricted area harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
          • Mengisi buku tamu dengan menyatakan secara jelas tujuannya; 
          • Meninggalkan KTP atau kartu identitas lain untuk ditukar dengan kartu tamu; 
          • Ada petugas yang menunjukkan/mengantar Wajib Pajak menemui pegawai yang dituju. 
          Hal-hal yang mesti diperhatikan :
          Pegawai yang berhubungan langsung dengan para Wajib Pajak harus menjaga sopan santun dan perilaku, ramah, tanggap, cermat dan cepat serta tidak mempersulit pelayanan, dengan cara ; 
          • bersikap hormat dan rendah hati terhada tamu
          • petugas selalu berpakaian rapi dan bersepatu 
          • selalu bersikap ramah, memberikan 3S (Senyum, Sapa, Salam) 
          • mengenakan kartu identitas pegawai di dada 
          • menyapa tamu yang datang dengan menanyakan misalnya, "selamat pagi/siang/sore, apa yang dapat kami bantu Pak/Bu?" 
          • dengarkanlah baik-baik apa yang diutarakan oleh Wajib Pajak. Oleh karena itu, jangan melakukan aktivitas lain misalnya menjawab panggilan telepon, makan dan minum atau mendengarkan musik (melalui handphone/earphone
          • jika perlu, mintalah nomor telepon tamu untuk dapat dihubungi 
          • hindarilah mengobrol atau bercanda berlebihan dengan sesama petugas, atau Wajib Pajak yang dilayani 
          • tata waktu berkonsultasi dengan seefisien mungkin 
          • sedapat mungkin, dalam menyerahkan dokumen/tanda terima kepada Wajib Pajak dengan menggunakan kedua tangan 
          • Apabila ada panggilan penting dan terpaksa harus meninggalkan Wajib Pajak, petugas memohon maaf kepada Wajib Pajak dan digantikan oleh petugas lain
          Siaga melayani pertanyaan Wajib Pajak
          Bila ada pertanyaan yang tidak dijawab petugas, petugas meminta waktu untuk menghubungi supervisor/atasannya, atau bila persoalan agak kompleks dapat dipersilakan ke ruangan konsultasi tyang ditangani oleh petugas yang kompeten (misalnya, Account Representative (AR), Auditor, Kepala Seksi)

          Dalam hal petugas adalah AR yang pada saat bersamaan menerima tamu yang merupakan Wajib Pajak tanggung jawabnya, maka tamu lain ditangani oleh AR atau petugas lain

          Cepat Tanggap
          Dalam merespon permasalahan dan memberikan informasi kepada Wajib Pajak; 
          • petugas agar memberikan informasi/penjelasan secara lengkap sehingga Wajib Pajak dapat mengerti dengan baik 
          • untuk lebih meyakinkan Wajib Pajak, petugas dapat menggunakan brosur/leaflet/buku petunjuk teknis pelayanan 
          • minimal satu software peraturan perpajakan (tax knowledge) telah diinstal di komputer TPT 
          • bila petugas TPT belum yakin terhadap permasalahan yang ditanganinya, jangan memaksakan diri. Segera informasikan ke petugas lain, supervisor/atasan dan memberitahukan permasalahan yang disampaikan Wajib Pajak, agar Wajib Pajak tidak ditanya berkali-kali 
          • bila petugas TPT belum bisa memberikan jawaban yang memadai dan Wajib Pajak harus menemui petugas lain dalam menuntaskan permasalahannya, petugas TPT diharapkan untuk meminta maaf misalnya dengan pernyataan : " Mohon maaf, saya belum dapat membantu Bapak/Ibu saat ini. Oleh karena itu, permasalahan ini akan saya teruskan kepada rekan kami yang lain/atasan saya untuk membantu Bapak/Ibu". 
          • jika dimungkinkan, jabatlah tangan Wajib Pajak dan mengucapkan terima kasih pada saat tamu akan meninggalkan tempat 
          Petugas Keamanan
          Setiap tamu yang datang ke TPT, harus ada petugas keamanan (tenaga satuan pengamanan) yang menyambut, menanyakan keperluan dan mempersilakan tamu dengan sopan untuk mengambil nomor antrian

          Antrian
          Bila antrian cukup panjang dan waktu menunggu lebih lama, maka petugas harus memberikan penjelasan dengan baik, sopan dan tetap ramah, misalnya dengan menggunakan kalimat " Maaf Bapak/Ibu, mohon menunggu sebentar karena kami akan menyelesaikan pekerjaan untuk sementara waktu" . Akan lebih baik lagi bila petugas dapat menjelaskan berapa lama Wajib Pajak harus menunggu, misalnya " Kami akan menyelesaikan pekerjaan dalam waktu 5-10 menit, setelah itu Bapak/Ibu akan kami panggil kembali. Terima kasih" 

          Bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
          Bila terjadi aliran listrik atau sistem sedang rusak/terganggu yang mengakibatkan petugas TPT tidak dapat melayani dengan baik, sehingga Wajib Pajak menjadi tidak sabar/marah, harus memperhatikan antara lain :
          • petugas meminta maaf atas situasi/ketidaknyamanan ini 
          • memberikan informasi bahwa listrik padam atau sistem sedang rusak 
          • memberikan informasi lamanya waktu yang dibutuhkan, bila pekerjaan dilakukan secara manual (biasanya lebih lama dari pekerjaan by system
          • menanyakan kesediaan Wajib Pajak untuk menunggu 
          • menanyakan nomor telepon yang dapat dihubungi apabila Wajib Pajak memilih untuk meninggalkan KPP untuk sementara waktu 
          • memberitahu Wajib Pajak saat suasana sudah kembali normal dan proses sudah selesai 
          • jika memungkinkan, disediakan minuman ringan kepada Wajib Pajak yang sedang menunggu, misalnya dengan pengadaan dispenser dan lainnya 
          Berkas kurang lengkap dari Wajib Pajak
          Bila petugas terpaksa tidak dapat menerima laporan/surat yang disampaikan oleh Wajib Pajak, misalnya karena kurang lengkap, maka petugas harus menjelaskannya secara gamblang dan ramah, sampai Wajib Pajak memahami dengan baik.
          Topik Coretan: 0 komentar | edit post
          Kuliner Kota Tapis Berseri
          Benchmarking seringkali menjadi pintu masuk oleh Account Representative dalam menilai tingkat kewajaran pembayaran pajak oleh Wajib Pajak dan sebagai bentuk pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak.

          Pengertian Benchmarking
          adalah suatu proses sistematik dalam membandingkan produk, jasa atau praktik suatu organisasi terhadap kompetitor atau pemimpin industri untuk menentukan apa yang harus dilakukan dalam mencapai tingkat kinerja yang tinggi. Dalam melakukan benchmarking, suatu organisasi membandingkan nilai-nilai tertentu (dari dalam organisasi) dengan suatu titik referensi atau standar keunggulan yang sebanding dengan tujuan menentukan langkah-langkah yang sistematik dan terarah dalam mencapi tujuan yang diharapkan

          Benchmarking ala Direktorat Jenderal Pajak
          Model benchmarking umum digunakan dalam dunia bisnis. Namun oleh Direktorat Jenderal Pajak, model ini ini diadopsi dalam rangka melaksanakan fungsinya memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak. Dengan asumsi bahwa Wajib Pajak yang memiliki karakteristik yang sama akan cenderung memilki perilaku bisnis yang sama, kondisi keuangan dan perpajakan masing-masing Wajib Pajak dapat dibandingkan dengan suatu benchmark yang mewakili karakteristik Wajib Pajak yang bersangkutan. Benchmarking yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak disusun dalam suatu konsep yang disebut Total Benchmarking.

          Karakteristik Total Benchmarking
          Sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-96/PJ/2009 Tentang Rasio Total Benchmarking dan Petunjuk Pemanfaatnya disebutkan bahwa Rasio Total Benchmarking memiliki karakteristik sebagai berikut :
          1. Rasio total benchmarking disusun berdasarkan kelompok usaha
          2. Benchmarking dilakukan atas rasio-rasio yang berkaitan dengan tingkat laba dan input-input perusahaan
          3. Ada keterkaitan antar rasio benchmark
          4. Fokus pada penilaian kewajaran kinerja keuangan dan pemenuhan kewajiban perpajakan.
          Tujuan Total benchmarking
          1. Menjadi pedoman dan sebagai pembanding dengan kondisi SPT Tahunan yang dilaporkan Wajib Pajak
          2. Membantu pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, terutama menyangkut kepatuhan materialnya
          Manfaat Total Benchmarking
          1. Supporting tools bagi program intensifikasi/ penggalian potensi
          2. Alat bantu dalam penghitungan tax gap
          Proses dan Metode penetapan Benchmark
          1. Nilai masing-masing benchmark ditetapkan untuk masing-masing kelompok usaha berdasarkan 5 digit kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak
          2. Penetapan rasio-rasio benchmark untuk keseluruhan kelompok usaha dilakukan secara bertahap oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
          3. Sumber data yang digunakan dalam tahap awal pembentukan benchmark adalah data internal dalam sistem informasi perpajakan DJP, yang terdiri dari : Elemen-elemen Surat pemberitahuan (SPT) Tahunan Badan, Elemen-elemen Surat Pemberitahuan Masa PPN dan Elemen-elemen transkrip Laporan Keuangan
          4. Beberapa Wajib Pajak yang dipilih sebagai sampel dari populasi masing-masing kelompok usaha. Pemilihan dilakukan secara judgemental dengan mempertimbangkan sampel tersebut harus memiliki nilai rasio-rasio yang dianggap baik dan wajar dalam kelompok usahanya
          5. Penentuan nilai benchmark dilakukan dengan menghitung rata-rata rasio-rasio keuangan perusahaan-perusahaan yang diambil sebagai sampel, dengan menggunakan metode penghitungan rata-rata tertimbang (weighted average)
          Macam-macam Rasio Benchmark
          Rasio-rasio yang digunakan dalam total benchmarking meliputi 14 rasio yang terdiri dari rasio-rasio yang mengukur kinerja operasional, rasio input, rasio PPN dan rasio aktivitas luar usaha. Pemilihan rasio tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa rasio yang digunakan sedapat mungkin mampu memberikan gambaran secara menyeluruh atas kegiatan operasional perusahaan dalam suatu periode dan berkaitan dengan semua jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak. Rasio- rasio tersebut meliputi :
          1. Gross Profit Margin (GPM)
          2. Operating Profit Margin (OPM)
          3. Pretax Profit Margin (PPM)
          4. Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR)
          5. Net Profit Margin (NPM)
          6. Dividend Payout Ratio (DPR)
          7. Rasio PPN (pn)
          8. Rasio Gaji/Penjualan (g)
          9. Rasio Bunga/ Penjualan (b)
          10. Rasio Sewa/ Penjualan (s)
          11. Rasio Penyusutan/ Penjualan (py)
          12. Rasio Penghasilan Luar Usaha / Penjualan (pl)
          13. Rasio Biaya Luar Usaha/ Penjualan (bl)
          14. Rasio Input Lainnya/ Penjualan (x)


          Topik Coretan: 0 komentar | edit post
          Kuliner Kota Tapis Berseri
          Kerahasiaan Wajib Pajak
          Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.

          Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
          1. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
          2. Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
          3. Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
          Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

          Penundaan Pembayaran Pajak
          Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.

          Pengangsuran Pembayaran
          Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.

          Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
          Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.

          Pengurangan PPh Pasal 25
          Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.

          Pengurangan PBB
          Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.

          Pembebasan Pajak
          Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.

          Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi)
          Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

          Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara :
          1. dengan melalui Surat Pemberitahuan (SPT),
          2. dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.
          Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

          Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
          Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

          Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.  Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.

          Pajak Ditanggung Pemerintah
          Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

          Insentif Perpajakan
          Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

          Keberatan
          Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.

          Syarat pengajuan keberatan adalah :
          1. Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
          2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasan-alasan yang jelas.
          3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.
          4. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
          Banding
          Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Perlu diketahui bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding harus membayar minimal 50% dari utang pajak yang diajukan banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.

          Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

          Peninjauan Kembali (PK)
          Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.

          Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.

          Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
          Topik Coretan: 0 komentar | edit post
          Kuliner Kota Tapis Berseri
          Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka  pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.

          Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.

          Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.

          Ada 2 macam Sanksi perpajakan,
          1.   Sanksi Administrasi yang terdiri dari:

          a.   Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
          Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari     jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.

          Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja.

           b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
          Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.

          Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.

          Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi

          Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian.

          c.   Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
          Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.

          Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang.

          2.   Sanksi Pidana
          Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

          Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

          Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

          Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.

          Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. 

                    Sumber : Indonesian Tax Review

          Topik Coretan: 0 komentar | edit post
          Kuliner Kota Tapis Berseri
          Kadang-kadang Wajib Pajak awam kurang memahami perbedaan antara Pemotongan dan Pemungutan Pajak. Banyak istilah ini dipakai dalam komunikasi antara AR dan Wajib Pajak yang baru mengenal soal pajak dan dipakai dalam beberapa surat, seperti Bukti Potong, Bukti Pungut dan lain-lain. Lalu apakah perbedaan antara kedua hal diatas. Berikut perbedaanya :

          Pemotongan Pajak 
          1. Digunakan untuk PPh 21 (Pemotongan atas penghasilan berupa gaji, honorarium), PPh 23 (Pemotongan atas penghasilan berupa hasil imbalan jasa, royalti, dividen,dll) ,dan juga PPh 26 (Pemotongan atas penghasilan bagi WP Luar Negeri).
          2.  Pemotongan pajak pada umumnya dikenakan atas penghasilan yang memang akan menjadi penghasilan bagi si penerima,contoh : gaji, imbalan jasa, dan dividen
          3. Pemotong pajak pada umumnya tidak spesifik, yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah atas gaji, dan penyelenggara kegiatan.
          4. Kolom NPWP pada saat pengisian SSP diisi dengan NPWP Pemotong Pajak. Hal ini penting agar dapat dilakukan ekualisasi antara biaya yang telah dikeluarkan oleh pemotong dengan pajak yang telah dipotong karena kewajiban pemotongan dan penyetoran telah dilimpahkan pada pemotong pajak.
          Pemungutan Pajak
          1. Digunakan untuk PPh 22 (pemungutan atas penjualan ke bendaharawan APBN/D, impor, dll) dan untuk PPN
          2. Pemungutan pada umumnya dikenakan atas sesuatu yang belum tentu penghasilan bagi penerima uang, karena objek pemungutan bisa jadi berupa Penjualan, bisa juga berupa Pembelian, contoh : PPh 22 atas impor barang, PPh 22 atas pembelian BBM
          3. Pemungut pajak sifatnya lebih spesifik, karena ditunjuk oleh Menkeu, yaitu Bendaharawan pemerintah, Badan tertentu, DJBC, dll (PER 57/2010)
          4. Kolom NPWP pada saat pengisian SSP diisi dengan NPWP Pihak yang dipungut.
          Topik Coretan: 0 komentar | edit post
          Kuliner Kota Tapis Berseri
          Berikut beberapa hal penting terkait pelaksanaan kewajiban perpajakan Bendahara antara lain :
          1. Pengenaan tari lebih tinggi apabila penerima penghasilan tidak memiliki NPWP :
          • Bagi penerima penghasilan yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final, tarif yang dikenakan 20% lebih tinggi
          • Bagi penerima penghasilan yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 22, tarif yang dikenakan 100% lebih tinggi
          • Bagi penerima penghasilan yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23, tarif yang dikenakan 100% lebih tinggi
          2.  Batasan transaksi pengadaan barang yang harus dipungut PPh pasal 22. 
               Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu :
          • Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (bendahara) yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000 dan tidak merupakan pembayaran pajak yang terpecah-pecah
          • Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos
          3.  Batasan transaksi pengadaan barang dan jasa yang harus dipungut dan disetor sendiri PPN dan PPn BM
               Bendahara tidak perlu memungut PPN dan PPn BM terhadap :
          • Pembayaran untuk penyerahan barang dan jasa yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
          • Pembayaran untuk pembebasan tanah
          • Pembayaran atas penyerahan Barang kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN
          • Pembayaran atas penyerahan BBM dan bukan BBM oleh Pertamina
          • Pembayaran atas rekening PPN
          • Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan
          • Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN
          4.  Bendahara sebagai Pemotong atau Pemungut PPh memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipotong atau dipungut PPh setiap melakukan pemotongan atau pemungutan
          5.  Bendhara sebagai Pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan PNS di satuan kerjanya, memberikan tanda bukti pemotongan paling lama 1(satu) bulan setelah tahun kalender berakhir
          6.  Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyerahan pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu dan Minggu atau hari lbnur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
          7.  Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. Untuk kode jenis/akun pajak dan kode jenis setoran yang harus diisi dalam SSP tersebut dapat dilihat apda Lampiran II Peraturan Dirjen pajak No. PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir SSP
          8.  Dalam hal pencairan anggaran dengan mekanisme LS maka pemindahbukuan pajak yang dilakukan oleh KPPN merupakan pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang, namun SSP tetap dipersiapkan oleh bendahara yang bersangkutan
          9.  Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Surat Penerimaan Pajak (NTPN)
          10.  Bendahara sebagai Pemungut PPN melakukan validasi Faktur Pajak yang diterbitkan oleh rekanan
          11.  Jatuh tempo Penyetoran dan Pelaporan Pajak

          12. Sanksi Adminstrasi


          Topik Coretan: 0 komentar | edit post

          SELAMAT DATANG

          TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE BLOG INI. SEMOGA SUKSES SELALU MENYERTAI KALIAN.