Tampilkan postingan dengan label PAJAK PENGHASILAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PAJAK PENGHASILAN. Tampilkan semua postingan
Kuliner Kota Tapis Berseri
Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain maka :

Pemungut Pajak Pasal 22 sebagaimana ditunjuk oleh PMK diatas meliputi :
  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
  2. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
  3. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
  4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran Langsung (LS);
  5. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
    a. PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk. , PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan
    b. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara,
    berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya;
  6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;      
  7. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
  8. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
  9. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya. 
Yang menjadi catatan bahwa :
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud angka 6 diatas adalah industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.

Distributor sebagaimana dimaksud dalam angka 6 adalah pedagang, yang meliputi badan atau orang pribadi, yang melakukan pembelian dari produsen secara langsung untuk dijual dan/atau dipasarkan kembali.

Pedagang pengumpul sebagaimana dimaksud angka 9 diatas adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
  • mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
  • menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
Penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22  dilakukan tanpa penerbitan surat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
A. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
B. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai,
  1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
  2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
  3. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
  4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
  5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
  6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
  7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
  8. barang pindahan;       
  9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
  10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
  11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
  12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
  13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
  14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
  15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
  16.  pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pcmberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga nasional;
  17. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero);
  18. peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, TNl atau pihak yang ditunjuk oleh Kernenterian Pertahanan atau TNI; dan/atau
  19. barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama;
C. impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. 
D. Impor kembali (re-impor), 
yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

E. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam nomor 2 s.d 5 diatas, berkenaan dengan:
  1. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam nomor 2 s.d 4 diatas yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  2. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam nomor 5 yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  3. pembayaran untuk: pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos; dan pemakaian air dan listrik.
F. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
G. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan yang harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan Diharuskan  Membuat Laporan Keuangan Berkala termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebagaimana telah diubah terakhir oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009. 

Jika dirinci perlakuan atas PPh 25 secara khusus dikenakan atas WP yang memenuhi kriteria :
  1. Wajib Pajak Baru
  2. Wajib Pajak Bank dan Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi
  3. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah
  4. Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang  berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala
  5. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu
Definisi
Wajib Pajak Baru
Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Wajib Pajak Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha

Perhitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
Untuk Wajib Pajak Baru
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

Penghasilan Neto diatas,
  • dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya
  • dalam hal Wajib Pajak hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Dalam hal Wajib Pajak baru berupa Wajib Pajak badan yang  mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). 

Untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. 

untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala,
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu
ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
Topik Coretan: 3 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Pengenaan Pajak atas Pinjaman Tanpa Bunga Kepada Pemegang Saham sebelumnya termuat dalam surat Dirjen Pajak Nomor S-165/PJ.312/1992 Tentang Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham, dan setelah itu dimuat dalam ketentuan yang "jauh lebih tinggi" ke dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah RI Nomor 94 Tahun 2010 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan dengan redaksi yang hampir sama :

Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila:
  1. pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal daripihak lain;
  2. modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;
  3. pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
  4. perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya. 
Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari pemegang sahamnya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatas (salah satu dari ke-empat unsur di atas tidak terpenuhi), atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar.


Kuliner Kota Tapis Berseri
Pengertian/Definisi Istilah
Jasa Konstruksi
layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Pekerjaan Konstruksi
Keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

Perencanaan Konstruksi
Pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain yang dapat terdiri :
  • survei;
  • perencanaan umum, studi makro dan studi mikro;
  • studi kelayakan proyek, industri dan produksi;
  • perencanaan teknik, operasi dan pemeliharaan; dan
  • penelitian;
Pelaksanaan Konstruksi 
Pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
Pengawasan konstruksi 
Pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan yang dapat terdiri dari :
  • pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan 
  • pengawasan keyakinan mutu dan ketepatan waktu dalam proses pekerjaan dan hasil pekerjaan konstruksi;
Pengguna Jasa 
Orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi.

Penyedia Jasa 
Orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.

Klasifikasi dan Kualifikasi Usaha Jasa Konstruksi
Usaha orang perseorangan dan badan usaha jasa konstruksi harus mendapatkan klasifikasi dan kualifikasi dari Lembaga yang dinyatakan dengan sertifikat.
Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perseorangan dan badan usaha dapat dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah mendapat akreditasi dari lembaga, dan atas sertifikat yang diterbitkan harus mendapat tanda registrasi dari Lembaga.
Izin usaha untuk badan usaha nasional yang menyelenggarakan usaha jasa konstruksi diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat, sedang izin usaha untuk badan usaha asing yang menyelenggarakan usaha jasa konstruksi diberikan oleh Pemerintah Pusat (Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah)

Penegasan Ruang Lingkup Usaha Jasa Konstruksi

Pengertian dan ruang lingkup usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 sebagaimana telah dirubah terakhir oleh Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah dirubah terakhir oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009, adalah mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang relevan mengenai usaha jasa konstruksi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
Perlakuan atas Pekerjaan Perawatan
Pekerjaan perawatan berupa pembersihan dan pengecetan bangunan atau bentuk fisik lainnya yang dilakukan oleh bukan pengusaha jasa konstruksi, pekerjaan pemasangan dan pemeliharaan/perbaikan mesin dan peralatan mekanik atau elektrik serta komponen-komponen bangunan siap pasang (prefabricated) sebagai pelayanan purna jual (after sales services) yang dilakukan langsung oleh pabrikan atau pemasok mesin dan peralatan tersebut, serta pekerjaan jasa teknik, disain interior dan pertamanan yang dilakukan oleh bukan pengusaha jasa konstruksi, tidak termasuk dalam pengertian pekerjaan konstruksi. Oleh karena itu atas penghasilan yang diterima/diperoleh para pengusaha dimaksud tidak berlaku ketentuan.

Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Sebagaimana diketahui, Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apa yang dimaksud dengan jumlah bruto tersebut??

Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
  1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
  2. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material ;
  3. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
  4. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga. 
Pembayaran harus dapat dibuktikan dengan :
  1. kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud nomor 1;
  2. faktur pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud dalam nomor 2;
  3. faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam nomor 3;
  4. faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam nomor 4.
Jumlah bruto diatas tidak berlaku 
  1. atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;atau
  2. dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final



Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Pajak Penghasilan mengatur bahwa atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek paiak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib  membayarkan, sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
  1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan  penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
  2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manaiemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 .
Lalu bagaimana definisi jasa tersebut diatas....?? berikut petikan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/2010 Tentang Pengertian sewa dan penghasilan lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta, Jasa Teknik, Jasa Managemen, dan Jasa Konsultan Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagai berikut : 

Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 
merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati

Jasa teknik 
merupakan pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi :
  1. pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik;
  2. pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau
  3. pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen, seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa.
Jasa manajemen 
merupakan pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan atau pengelolaan manajemen.

Jasa konsultan 
merupakan pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.


Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Bagi Wajib Pajak yang kemungkinan mengalami kelebihan pembayaran di SPT Tahunaan ataupun mengalami perubahan kegiatan usaha (kelesuan usaha) dapat menggunakan fasilitas ini.

Yang berhak mengajukan permohonan pembebasan Pot Put (21, 22, 22 Impor, 23)
yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Bebas ini yaitu :
  • Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal, dalam hal:
  1. Wajib Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi;
  2. Wajib Pajak belum sampai pada tahap produksi komersial; atau
  3. Wajib Pajak mengalami suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majeur).
  • Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal, dengan memperhitungkabesarnya kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan atau surat ketetapan pajak.
  • Wajib Pajak yang dapat membuktikan Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang
  • Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final
Pengecualian
Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan tidak berlaku terhadap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Bagaimana cara mengajukan Surat Keterangan Bebas 
  1. diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan syarat telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir sebelum tahun diajukan permohonan kecuali untuk Wajib Pajak Wajib Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi
  2. Permohonan diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 Tentang Tata Cara Permohonan Pembebasan Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain
  3. Permohonan  harus dilampiri penghitungan Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan untuk Wajib Pajak untuk selain Wajib Pajak yang mengajukan permohonan SKB yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final.

Penerbitan Keputusan Surat Keterangan Bebeas (SKB
  • Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memberikan keputusan dengan menerbitkan: Surat Keterangan Bebas; atau Surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
  • Apabila dalam jangka waktu diatas Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
  • Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima, Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlewati.  

Batas Waktu berlakunya SKB Ini
Surat Keterangan Bebas berlaku sampai dengan berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Bentuk formulir Permohonan SKB ini bisa diklik di link ini Formulir Lampiran PER 1/PJ/2012

Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Dalam rangka penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak mulai 1 Januari 2013 yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31 /PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi (berikut link download aturannya PER 31/2012 dan powerpoint sosialisasinya Sosialisasi PER 31/2012 ).

Intinya, aturan ini hanya bersifat melakukan penyesuaian dengan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)  yang berlaku mulai 1 Januari 2013 dan tidak secara signifikan merubah perhitungan pedoman aturan yang sebelumnya. Penyesuaian tersebut antara lain :
  1. Besarnya PTKP per tahun adalah Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
  2.  Besarnya PTKP per bulan adalah Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
  3.  Besarnya PTKP per hari adalah Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Pada prinsipnya, sumbangan tidak dapat dibiayakan atau tidak dapat mengurangi penghasilan bruto. Terkecuali 6 jenis sumbangan saja.

Ke-6 jenis sumbangan yang bisa mengurangi adalah:

  1. Sumbangan keagamaan;
  2. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional;
  3. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan;
  4. Sumbangan fasilitas pendidikan;
  5. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga; dan
  6. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba, sebagaimana diatur dalam perubahan Undang-Undang PPh di tahun 2008.

Peraturan Menteri Keuangan No.76/PMK.03/2011 kemudian mengatur lebih rinci persyaratan agar pengeluaran sumbangan yang dapat dibiayakan. Yaitu sebagai berikut :
  • Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelumnya.
  • Pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan.
  • Didukung oleh bukti yang sah.
  • Lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki NPWP, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak.
  • Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk 1 tahun dibatasi tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya.
  • Pemberi dan penerima tidak memiliki hubungan istimewa.
Selengkapnya mengenai nilai sumbangan, tata cara pencatatan dan pelaporan, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No.76/PMK.03/2011 tanggal 5 April 2011.
Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Prinsip Formula Gross Up ditempuh apabila perusahaan mengambil kebijakan untuk menanggung semua PPh Pasal 21 karyawan sekaligus membebankannya sebagai deductable maka tunjangan pajak karyawan harus dihitung sedemikian rupa supaya sama dengan taksiran PPh Pasal 21 Karyawan. 

Besarnya Tunjangan Pajak (TP) ditentukan sebagai berikut :
  • Jika Penghasilan Kena Pajak (PKP) kena Lapis I, Tunjangan Pajak (TP) = 5% X PKP / 0,9525
  • Jika Penghasilan Kena Pajak (PKP) kena Lapis II, Tunjangan Pajak (TP) = (15% X PKP-Rp.5.000.000)/0,85
  • Jika Penghasilan Kena Pajak (PKP) kena Lapis III, Tunjangan Pajak (TP) = (25% X PKP - Rp.30.000.000 )/ 0,75
  • Jika Penghasilan Kena Pajak (PKP) kena Lapis IV, Tunjangan Pajak (TP) = (30% X PKP - Rp. 55.000.000 )/0,7
Contoh :
Priadi bekerja di perusahaan PT. Bekrie Brothers, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp.20.000.000. Pada tahun 2010, PT. Bekrie Brothers mengikuti program Jamsostek, dengan premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Bekrie Brothers menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Priadi membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji sebulan.

Selain itu, PT Bekrie Brothers juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Bekrie Brothers membayar iuran pensiun untuk Priadi ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp.100.000 sedangkan Priadi membayar iuran pensiun sebesar Rp.50.000.

Jika PT Bekrie Bothers bermaksud memberikan tunjangan PPh Pasal 21 setiap bulan, hitunglah tunjangan PPh Pasal 21 yang sama dengan PPh Pasal 21 terutang tahun 2010.

Solusi :

Langkah I. Menghitung Penghasilan Kena Pajak setahun sebelum memperhitungkan Tunjangan Pajak (TP) dan mengetahui tarif PPh Pasal 17.

Gaji Sebulan         Rp. 20.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (0,05%)      Rp. 100.0000
Premi Jaminan Kematian                                 Rp. 60.000    +
                                                                      Rp. 160.000      +
                                                                      Rp. 20.160.000
Pengurangan :
  • Biaya Jabatan 5%(maks.Rp.500.000/bln)   Rp. 500.000 
  • Iuran pensiun dibayar sendiri                       Rp.  50.000
  • Iuran Jaminan Hari Tua                               Rp. 400.000  +
                                                                            Rp. 950.000      -

Penghasilan Netto sebulan         Rp. 19.210.000
Penghasilan Netto setahun (Rp. 19.210.000 X 12 )    Rp. 230.520.000
PTKP setahun
- Wajib Pajak sendiri      Rp. 15.840.000
- Tambahan WP kawin   Rp.   1.320.000
- Tanggungan                 Rp. -________+
                                                                           Rp.17.160.000    -
Penghasilan Kenap Pajak (PKP) setahun             Rp. 213.360.000
(Berada di lapisan tarif katagori II Tarif UU PPh Tahun 2008 pasal 17 )

Tunjangan Pajak = ( Rp. 213.360.000 x 0,15 ) - Rp. 50.000.000 ) 0,85 = Rp. 31.769.410
Tunjangan tarif sebulan = Rp. 31.769.410 / 12 = Rp. 2.647.451

Langkah II. Memasukkan perhitungan Tunjangan Pajak ke dalam penghasilan karyawan.

Gaji Sebulan        Rp. 20.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (0,05%)   Rp. 100.0000
Premi Jaminan Kematian                              Rp. 60.000    
Tunjangan Pajak                                           Rp. 2.647.451 +

                                                                    Rp.2.807.451     +
                                                                    Rp. 22.807.451
Pengurangan :
  • Biaya Jabatan 5%(maks.Rp.500.000/bln)   Rp. 500.000 
  • Iuran pensiun dibayar sendiri                       Rp.  50.000
  • Iuran Jaminan Hari Tua                               Rp. 400.000  +
                                                                            Rp. 950.000      -

Penghasilan Netto sebulan      Rp. 21.857.450
Penghasilan Netto setahun (Rp. 121.857.450 X 12 )     Rp. 262.289.400
PTKP setahun
- Wajib Pajak sendiri     Rp. 15.840.000
- Tambahan WP kawin  Rp.   1.320.000
- Tanggungan                 Rp. -________+
                                     Rp.17.160.000    -
Penghasilan Kenap Pajak (PKP) setahun     Rp. 245.129.400
PPh Pasal 21 terutang
  1. 5% X Rp. 50.000.000                                            = Rp. 2.500.000
  2. 15% X Rp. ( Rp. 245.129.400 - Rp. 50.000.000 ) = Rp. 26.269.410
                                                                                        Rp. 31.769.410
PPh Pasal 21 sebulan = Rp. 31.769.410 / 12 BULAN = Rp. 2.647.451
Jumlah PPh sebesar Rp. 2.647.451 dimasukkan sebagai komponen penghasilan karyawan tetap dibebankan sebagai biaya gaji karyawan di laporan laba/rugi tahun 2010 sehingga perusahaan dapat mengakui tunjangan pajak sebagai biaya yang dihemat sebesar tunjangan pajak karyawan tersebut.


                                                                                                  

Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Wajib Pajak Non Efektif yang selanjutnya disebut dengan WP NE adalah Wajib Pajak yang tidak melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya baik berupa pembayaran maupun penyampaian Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) dan/atau Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yang nantinya dapat diaktifkan kembali.

Wajib Pajak dinyatakan sebagai WP NE apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
  1. selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian SPT Masa dan/atau SPT Tahunan.
  2. tidak diketahui/ditemukan lagi alamatnya.
  3. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia tetapi belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli warisnya atau belum mengajukan penghapusan NPWP.
  4. secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha.
  5. bendahara tidak melakukan pembayaran lagi.
  6. Wajib Pajak badan yang telah bubar tetapi belum ada Akte Pembubarannya atau belum ada penyelesaian likuidasi (bagi badan yang sudah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang).
  7. Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada atau bekerja di luar negeri lebih dari 183 dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
Bagi Wajib Pajak yang telah mendapatkan label “NE” tetap tercantum dalam Master File Wajib Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. tidak diterbitkan Surat Teguran sekalipun Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Masa atau SPT Tahunan;
  2. tidak turut diawasi pembayaran masa/bulanannya dan tidak diterbitkan STP atas
  3. sanksi administrasi karena tidak menyampaikan SPT;
Jadi, bagi Wajib Pajak yang sudah termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Non Efektif ada baiknya memanfatkan fasilitas ini agar menghindari denda administrasi yang cukup memberatkan sekaligus mengurangi beban kerja fiskus.
Topik Coretan: 0 komentar | edit post
Kuliner Kota Tapis Berseri
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 182/PMK.03/2007 Tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang dapat melaporkan masa dalam satu surat pemberitahuan masa, Bahwa wajib pajak dengan kriteria tertentu ini dapat menyampaikan satu surat pemberitahuan masa yang meliputi beberapa masa pajak sekaligus.
Wajib pajak tertentu tersebut meliputi :
  1. Wajib Pajak usaha kecil ; atau
  2. Wajib Pajak didaerah tertentu
Namun sebelumnya, Wajib Pajak harus memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat dua bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh wajib pajak akan disampaikan dalam Surat Pemberitahuan Masa. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria, maka Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.

Fasilitas ini diberikan agar tidak memberatkan/ merepotkan Wajib Pajak kriteria tertentu yang harus rutin setiap bulan melaporkan SPT Masa yang kadangkala nihil.

Dengan menggunakan fasilitas ini, Wajib Pajak pula dapat menghindari dikenakannnya Surat Tagihan Pajak akibat keterlambatan atau telat menyampaikan SPT Masa/ Tahunan.
Topik Coretan: 0 komentar | edit post

SELAMAT DATANG

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE BLOG INI. SEMOGA SUKSES SELALU MENYERTAI KALIAN.